Latar Belakang
Transportasi umum memainkan peran penting dalam mobilitas masyarakat, terutama di daerah perkotaan yang padat. Namun, sebaran dan jangkauan transportasi yang tidak merata dapat menyebabkan keterbatasan akses bagi sebagian kelompok masyarakat, seperti lansia, penyandang disabilitas, dan masyarakat berpenghasilan rendah. Analisis terhadap sebaran dan jangkauan transportasi umum diperlukan untuk memastikan bahwa sistem yang ada dapat melayani seluruh masyarakat secara inklusif. Selain itu, analisis ini membantu dalam meningkatkan efisiensi dan konektivitas antar moda transportasi, sehingga perjalanan menjadi lebih cepat dan nyaman. Dengan memahami pola distribusi transportasi, pemerintah dan operator dapat mengoptimalkan infrastruktur serta alokasi sumber daya agar pelayanan transportasi umum lebih efektif dan tepat sasaran. Lebih jauh, perencanaan transportasi yang baik berkontribusi pada pengurangan kemacetan dan emisi karbon, mendukung konsep pembangunan berkelanjutan dan infrastruktur hijau. Oleh karena itu, analisis sebaran dan jangkauan transportasi umum menjadi langkah strategis dalam menciptakan sistem transportasi yang efisien, ramah lingkungan, dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat.
Kota Semarang dan BWK I Kota Semarang
Kota Semarang sebagai Ibukota Provinsi Jawa Tengah tentunya memiliki peranan penting dalam pemerintahan dan administrasi provinsi, dimulai dengan perannya sebagai pelaksana kebijakan provinsi, koordinator antar kota/kabupaten, pusat layanan publik, hingga pusat kegiatan budaya dan pendidikan. Tidak hanya itu, menjadi Ibukota dari Provinsi Jawa Tengah membuat Kota Semarang menjadi pusat kegiatan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah yang kemudian berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Semarang. Menjadi pusat segala kegiatan, Kota Semarang kemudian dituntut untuk menyediakan segala pelayanan umum yang menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Salah satunya, pelayanan terkait transportasi umum yang menjadi salah satu kunci utama dalam menciptakan kota yang lebih berkelanjutan, inklusif, dan layak huni.

Sumber: Geoportal Kota Semarang dan Geoportal Provinsi Jawa Tengah (diolah), 2025
Dicantumkan dalam Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2021 terkait Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Semarang Tahun 2011-2031 bahwa Kota Semarang dibagi ke dalam 10 (sepuluh) bagian wilayah kota atau BWK. BWK sendiri merupakan sistem pengelompokan atau pembagian kawasan pada suatu wilayah kota yang memiliki kemiripan fungsi ruang. Salah satu BWK yang akan menjadi ruang lingkup pada penelitian ini adalah BWK I dengan fungsi ruang sebagai pusat perdagangan dan jasa skala internasional, pusat pemerintahan provinsi, serta pusat pemerintahan kota. Menjadi pusat perdagangan dan pemerintahan membuat BWK I Kota Semarang memiliki tingkat mobilitas yang lebih tinggi dibandingkan area lainnya sehingga layanan Trans Semarang memegang peranan yang penting dalam memastikan kelancaran pergerakan masyarakat, mengurangi kemacetan, serta meningkatkan aksesibilitas ke berbagai fasilitas publik. Adapun BWK I meliputi Kecamatan Semarang Tengah, Kecamatan Semarang Timur, serta Kecamatan Semarang Selatan.
Tentang Trans Semarang
Dilansir dari portal berita Kompas, Kota Semarang telah menyediakan pelayanan transportasi umum bernama Trans Semarang yang telah dioperasikan sejak 18 September 2009 dengan fungsi untuk melayani masyarakat skala kota atau lokal. Berdasarkan data pada BLU UPTD Trans Semarang, Kota Semarang telah memiliki 8 (delapan) koridor utama dengan 4 (empat) koridor feeder serta 647 halte yang telah tersebar di seluruh kota. Adapun 8 (delapan) koridor utama mencakup Koridor I Mangkang–Penggaron, Koridor II Terboyo–Ungaran, Koridor IIIA Pelabuhan–Kagok, Koridor IIIB Pelabuhan–Elisabeth, Koridor IV Tantular–Cangkiran, Koridor V PRPP–Meteseh, Koridor VI Undip–Unnes, Koridor VII Genuk–Penggaron, dan Koridor VIII Simpang Lima–Gunungpati, sedangkan 4 (empat) koridor feeder mencakup F IA Ngaliyan–Masjid Kapal, F IB Ngaliyan–Kokrosono, F IIA Terboyo–Tlogosari, F IB Terboyo–Kedungmundu, F IIC Terboyo–Rusunawa Kudu, F III Penggaron–Banyumanik, F IVA Gunungpati–Unnes, dan F IVB Gunungpati–BSB. Bahkan, Trans Semarang juga memiliki layanan malam yang beroperasi pada pukul 18.00-23.00 WIB dengan cakupan layanan Terminal Mangkang–Simpang Lima.
Sementara itu, jika difokuskan pada BWK I Kota Semarang, sudah terdapat sekitar 108 halte dengan 7 (tujuh) rute yang melayani area tersebut, yaitu Koridor I, Koridor II, Koridor IIIB, Koridor IV, Koridor V, Koridor VII, dan Koridor VIII. Halte-halte yang tersebar pun mayoritas berupa halte fisik yang dilengkapi dengan fasilitas peneduh dan kursi tunggu. Bahkan, terdapat beberapa halte pada BWK I Kota Semarang yang dilengkapi dengan papan informasi hingga petugas tiket, seperti pada halte pusat yang ada di Jalan Pemuda (Kecamatan Semarang Tengah) dan Simpang Lima (Kecamatan Semarang Selatan sehingga secara sekilas, dapat dikatakan bahwa layanan transportasi umum di Kota Semarang, khususnya di BWK I Kota Semarang sudah cukup memadai. Namun ternyata, adanya halte serta rute-rute tersebut tidak menjamin bahwa layanan Trans Semarang sudah efisien ataupun terjangkau oleh seluruh masyarakat. Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini untuk melihat sekaligus menganalisis bagaimana layanan Trans Semarang di Kota Semarang, khususnya di BWK I Kota Semarang yang menjadi lokasi studi sehingga ke depannya dapat ditentukan strategi untuk meningkatkan layanan Trans Semarang hingga lebih efisien dan merata. Untuk mencapai layanan yang lebih efisien dan merata, dapat dilakukan berbagai analisis yang berkaitan, seperti analisis terkait optimasi rute, jangkauan halte, persepsi masyarakat, bahkan terkait inklusivitas desain fasilitas transportasi umum. Namun, dalam penelitian ini, yang menjadi fokus utama untuk dianalisis adalah sebaran serta jangkauan halte Trans Semarang dalam melayani BWK I Kota Semarang.
Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi sebaran dan jangkauan Halte Trans Semarang dalam melayani BWK I Kota Semarang yang merupakan pusat perdagangan sekaligus pusat pemerintahan. Hal ini dikarenakan tingginya tingkat mobilitas pada area tersebut sehingga layanan transportasi yang efisien sangat penting untuk mendukung produktivitas masyarakat. Hasil evaluasi ini kemudian diharapkan dapat menjadi dasar perencanaan transportasi kota yang lebih baik, mengoptimalkan integrasi antar moda, serta mendorong penggunaan transportasi umum yang lebih berkelanjutan.
Metode Penelitian
Sesuai dengan judul, yang menjadi fokus utama pada penelitian ini adalah analisis terkait sebaran dan jangkauan halte pada BWK I Kota Semarang sehingga metode utama yang akan digunakan adalah pendekatan spasial yang memanfaatkan fitur pada GEOMAPID terkait analisis kerapatan spasial antar halte serta jangkauan pelayanan halte sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Berdasarkan publikasi Accessible Bus Stop Design Guidance” yang dikeluarkan oleh Transport for London, jarak ideal antar halte pada kawasan pusat aktivitas dan pusat permukiman adalah 400 meter. Jarak ideal tersebut juga dicantumkan pada SNI 03-1733-2004 terkait Tata Cara Perencanaan Lingkungan Permukiman di Perkotaan, yang mana dinyatakan bahwa jarak jangkauan pejalan kaki ideal ke titik transit lain adalah 400 meter. SNI 03-1733-2004 juga mencantumkan jangkauan ideal suatu halte dalam melayani suatu area dengan skala kelurahan, yaitu 1000 meter persegi.

Sumber: SNI 03-1733-2004 terkait Tata Cara Perencanaan Lingkungan Permukiman di Perkotaan
Bagaimana Hasilnya?

Sumber: BLU UPTD Trans Semarang, Geoportal Kota Semarang, dan Geoportal Provinsi Jawa Tengah (diolah), 2025
Dapat dilihat bahwa mayoritas halte yang telah disediakan di BWK I Kota Semarang telah tersebar cukup merata sehingga secara sekilas dapat dikatakan bahwa hampir keseluruhan area di BWK I Kota Semarang telah terjangkau oleh Halte Trans Semarang. Hanya saja, jika diperhatikan lebih detail, masih terdapat beberapa area yang belum dilayani oleh halte sehingga berpotensi memiliki akses terhadap transportasi umum yang lebih rendah meskipun berada pada BWK yang sama. Terdapat beberapa faktor yang membuat area-area tersebut belum dilayani halte, seperti memiliki kepadatan penduduk dan aktivitas yang lebih rendah atau merupakan kawasan transisi antara pusat kota dan suburban sehingga layanan transportasi umumnya belum sepadat area-area yang lain.

Sumber: Hasil Analisis Penulis, 2025
Setelah dianalisis lebih lanjut terkait jangkauan jarak antar halte, dapat dilihat bahwa mayoritas halte-halte yang terletak di BWK I Kota Semarang sudah memenuhi jarak ideal penempatan antar halte seperti yang dicantumkan pada SNI 03-1733-2004, yaitu 400 meter. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa tiap-tiap halte telah disediakan dengan menyesuaikan peraturan yang berlaku serta dapat diakses oleh para pengguna dengan berjalan kaki saat melakukan transit antar halte meskipun beberapa area terlihat belum terlayani oleh halte.

Sumber: Hasil Analisis Penulis, 2025
Namun, apabila dilihat dari analisis jangkauan pelayanan halte, Trans Semarang sebenarnya sudah dapat diakses dari sebagian besar area di BWK I Kota Semarang. Dapat dilihat bahwa tiap-tiap halte yang telah tersedia dapat menjangkau keseluruhan area di BWK I Kota Semarang meskipun pada dua peta sebelumnya, masih terdapat beberapa area yang belum terlayani oleh halte. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa halte-halte yang tersedia di BWK I Kota Semarang telah memenuhi standar jangkauan pelayanan halte, sesuai dengan SNI 03-1733-2004, yaitu 1000 meter persegi.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa baik jarak antar halte maupun jangkauan pelayanan halte pada BWK I Kota Semarang telah memenuhi standar yang berlaku. Meskipun begitu, jika dilihat dari peta, masih terdapat beberapa area pada BWK I Kota Semarang yang belum disediakan halte. Oleh karena itu, masih perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut untuk memastikan bahwa layanan Trans Semarang benar-benar telah menjangkau seluruh lapisan masyarakat di BWK I Kota Semarang secara merata. Berdasarkan kesimpulan tersebut, adapun beberapa hal yang dapat direkomendasikan untuk mengevaluasi layanan Trans Semarang, khususnya yang beroperasi di BWK I Kota Semarang, yaitu:
-
1.Penambahan halte pada area-area yang belum terlayani oleh halte guna meningkatkan aksesibilitas terhadap Trans Semarang.
-
2.Evaluasi lebih lanjut terkait kualitas aksesibilitas menuju halte,seperti ketersediaan dan kondisi jalur pejalan kaki, keamanan pejalan kaki, dan potensi hambatan fisik seperti jalan besar atau rel kereta guna memastikan para pejalan kaki dapat mengakses halte dengan aman dan nyaman
-
3.Pengembangan feeder yang tidak hanya menjadi pengganti bus besar pada beberapa rute, tetapi juga menjadi angkutan pengumpan untuk meningkatkan konektivitas dari area yang belum terjangkau halte utama.
Referensi
Adikarya, D. U. (2024, Desember 22). Evaluasi Persebaran dan Jangkauan Transportasi Biskita Kota Bogor sebagai Alternatif Transportasi umum Angkutan Massal dalam RPJPD Kota Bogor 2025-2045. Retrieved February 13, 2025, from GEOMAPID:
Badan Standardisasi Nasional. 2004. SNI 03-1733-2004. Tata Cara Perencanaan Lingkungan Permukiman di Perkotaan. Badan Standardisasi Nasional : Jakarta.
Djenie, D. R. K. (2024, November 27). Mengevaluasi Sebaran dan Jangkauan Transportasi BST (Batik Solo Trans) dalam Rencana Pembangunan Kota Surakarta 2025-2045. Retrieved February 13, 2025, from GEOMAPID:
Mayor of London. (2006). Accessible bus stop design guidance. Bus Priority Team Technical Transport for London, BP1/06, 1–64.
Pemerintah Kota Semarang. (2021). Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011-2031.
Priambada, Y. B. (2023). Bus Trans Semarang, Layanan BRT Perkotaan Sarat Inovasi. Retrieved February 19, 2025, from Kompas: https://www.kompas.id/baca/riset/2023/09/19/trans-semarang-layanan-brt-perkotaan-sarat-inovasi?utm_source=link&utm_medium=shared&utm_campaign=tpd_-_website_traffic