“Analisis Prioritas Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Kriteria Lingkungan, Sosial, dan Ekonomi Menggunakan Metode AHP Kota Yogyakarta dan sekitarnya "
Latar Belakang: Pembangunan berkelanjutan di DIY menghadapi tantangan seperti banjir, kesenjangan sosial, dan tekanan ekonomi. Analisis ini bertujuan menentukan daerah layak huni atau prioritas relokasi dengan mempertimbangkan jarak dari sungai, zona banjir, harga properti, dan kondisi sosioekonomi.
Metodologi
- Data dan Kriteria:
- Jarak dari Sungai (JARAK):
- Skala: 0.25 km (risiko tinggi), 0.5 km, 1 km (risiko rendah).
- Zona Banjir (ZONA):
- Skala 0–4 (0 = tidak banjir).
- Harga Properti (HARGA):
- Skala 1–9 (9 = tertinggi).
- Skor Sosioekonomi (SOCIOECONO):
- Kategorikal: Atas (3), Menengah (2), Rendah (1).




Hasil Analisis
Berdasarkan hasil perhitungan nilai akhir (setelah koreksi faktor lingkungan) dibandingkan dengan nilai sosioekonomi awal, dapat disimpulkan bahwa:
-
1.Kawasan Layak Huni Jika nilai akhir (hasil koreksi) lebih tinggi daripada nilai sosioekonomi awal, hal ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan (seperti jarak dari sungai dan risiko banjir) tidak berdampak signifikan terhadap kelayakan huni. Dengan demikian, kawasan tersebut dinyatakan layak untuk permukiman dan dapat dipertahankan sebagai zona hunian dengan rekomendasi: Pemeliharaan infrastruktur yang ada. Penguatan sistem drainase dan ruang terbuka hijau untuk mitigasi banjir jangka panjang. Peningkatan akses layanan sosial-ekonomi (kesehatan, pendidikan, lapangan kerja).
-
2.Kawasan Perlu Kajian Lanjut Jika nilai akhir lebih rendah daripada nilai sosioekonomi awal, hal ini mengindikasikan bahwa faktor lingkungan (seperti kerawanan banjir atau degradasi kualitas udara) berpotensi mengurangi kelayakan huni, meskipun kondisi sosioekonominya cukup baik. Sebanyak 115 titik masuk dalam kategori ini dan memerlukan: Analisis mendalam terkait penyebab penurunan nilai (misalnya: frekuensi banjir, polusi, atau kerusakan infrastruktur). Intervensi teknis, seperti pembangunan tanggul, sistem early warning banjir, atau program resettlement terencana. Kolaborasi multisektor (pemerintah, akademisi, komunitas) untuk menentukan solusi berbasis risiko dan kebutuhan lokal.

Rekomendasi Kebijakan
- Prioritas Penanganan: Fokus pada 115 titik kritis yang memerlukan kajian lanjut untuk meminimalkan risiko bencana dan ketimpangan sosial.
- Pemantauan Berkala: Kawasan layak huni (434 titik) perlu dipantau secara rutin untuk mengantisipasi perubahan kondisi lingkungan.
- Pendekatan Partisipatif: Libatkan masyarakat dalam proses evaluasi, terutama di zona transisi antara layak huni dan berisiko.
Kesimpulan: Integrasi data lingkungan, ekonomi, dan sosial melalui metode AHP telah menghasilkan rekomendasi spasial yang terukur. Dengan 79,5% kawasan (434 titik) layak huni dan 20,5% (115 titik) perlu penanganan khusus, pemerintah DIY dapat mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang inklusif dan adaptif.